“Hi cak!, ini Gresik, kampungpolitan, bukan metropolitan atau megapolitan”.
Itu, saya mendengarnya pertama kali dari seorang teman kita sendiri, Blitzkrieg, dan entah kenapa ingatan kita semua langsung terlempar pada sepak terjangmu kemarin, karena ketidak-betahanmu tinggal di kota Gresik, dengan panas yang cukup nendang.
Suatu kali kau bilang hidup dan rutinitasmu di kota ini cukup membosankan, tapi tak cukup kuat membuatmu bunuh diri, lalu kau nomaden, berpindah dari satu kota ke kota lain, berpetualang perempuan, dan lagi-lagi itupun nampaknya belum membuatmu cukup puas, entah apa yang sebenarnya kau cari, kepuasan pribadi atau kau memang sedang memperjuangkan sesuatu.
Kenapa tanpa kabar, tentunya kau punya sederet pembenaran atas perilakumu itu, dan satu lagi, tanpa pesan, yang menyedihkan buat kami adalah tanpa secuil warisan. Kecuali warisan proyek yang tak terselesaikan itu.
Gresik, kota ini, tak akan memberimu apa-apa kecuali kejengahan dan kepongahan semata, karena itulah mungkin kami memaklumi segala perilakumu, dan itu adalah privilege pribadi. Kami bisa begitu senang dan menikmati dengan nongkrong-nonkrong di warung kopi dengan secangkir kopi tubruk panas, gorengan panas, oborlan nggak jelas dan berpuluh batang rokok, tapi tidak dengan dirimu. Kehidupan malam, pelesir ke luar kota, membuang sedikit tekanan hidup katamu.
Sampai disini, mungkin kita beda, lantas siapa lagi yang mampu dan bersedia mengubahnya?.
nek mbenjeng ndesopolitan yo cak… đŸ˜‰
gwgw bingung cak, yo opo ngubah kampungpolitan dadi metropolitan cak ? lha wong ngubah nasib awake dewe ae sek mumet…
tapi gwgw sek semangat cak !
hehehe.. kota lain biasanya lebih gemerlap dari kota sendiri… đŸ˜€
gresik benar2 tempat uji mental
Apa mau coba tinggal di jogja? hehehe kota berhati nyaman.
*lama sekali ga berkunjung ik*